Biru yg ia kenakan, sebiru langit sore itu
- badakjantanfn
- Jul 23, 2019
- 1 min read
Updated: Jul 24, 2019

Terkadang aku harus menelusuri diam-diam. Di mana letak rindu bersemayam. Apakah ada di antara kebisingan, ketika hening kehilangan sama sekali percakapan? Atau terselip di sela-sela waktu yang gagu, ketika semua gaduh mendadak jadi bisu?
Dan itu sama sekali tidak mudah. Jejak-jejak rindu tak terendus oleh waktu. Sekali waktu, menjelma sebagai kekerasan batu. Namun selebihnya, begitu dalam tersembunyi, layaknya hati yang berhibernasi.
Pada musim dingin, saat kehangatan adalah mimpi yang setengah mati dicari, rindu bisa menyerupai api. Membakar segala macam hypotermia. Membelalakkan biji mata hingga serupa purnama.
Pada musim panas, saat rasa dingin adalah obat paling mujarab bagi hati yang sembab, rindu adalah percikan salju dari Shangrila. Menetes seumpama keluwesan sentuhan angka demi angka. Pada pendulum yang berdetak sempurna.
Pada musim kekacauan, saat tungku tak bisa dihidupkan dan kopi tak lagi bisa dijerang, rindu akan meninggalkan jejak yang jelas. Pada batas-batas saat kita telah nyaris kehabisan nafas. Karena berusaha keras menyelesaikan perkara-perkara yang belum tuntas.
Rantau Prapat
Comentarios